PENELITIAN - Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Jalan di Indonesia
Kerusakan umum yang terjadi pada perkerasan jalan di Indonesia yaitu pada struktur lapisan atas. Ada beberapa faktor penyebab retak hingga berlubang pada lapisan perkerasan atas. Pertama karena beban lalu lintas yang tidak sesuai dengan kelas jalan, selain itu faktor cuaca di Indonesia juga dapat menurunkan kualitas perkerasan jalan. Kondisi ini dapat dicegah dengan menggunakan bahan tambah (aditif). Salah satu bahan tambah yang dapat dicampurkan dalam perkerasan jalan berupa plastik.
dalam kasus lain konsumsi plastik di Indonesia mencapai 1 juta ton pada tiap tahunnya dan kebanyakan sebagai wadah atau kemasan komsumsi (Sadiman, 2013). Berdasarkan data Jambeck (2015) diperkirakan 3,32 juta metrik ton limbah plastik di Indonesia belum terkelola baik, hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pemanfaatan limbah plastik kembali merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalisir limbah tersebut
pada kesempatan ini saya akan mengulas penelitian yang pernah saya lakukan pada saat tugas akhir s1 teknik sipil. Judul yang saya buat dalam tugas akhir sebagai berikut " PENGARUH PEMANFAATAN LIMBAH BOTOL PLASTIK TIPE PET(POLYETHYLENE TEREPTHALATE) SEBAGAI BAHAN ADITIF DENGAN CARA DRY PROCESS TERHADAP KARAKTERISTIK HRS-WC "
Plastik tipe PET (Polyethylene Terepthalate) merupakan jenis plastik yang cukup banyak diproduksi dalam industri yang biasa digunakan untuk wadah makanan dan minuman. Plastik jenis PET ini memiliki sifat tahan lama, kekuatan (strength) tinggi, ringan, mudah dibentuk ketika panas dan menjadi keras pada suhu rendah (Kausar dan Febrianto, 2012).
di dalam penelitian saya melakukan perhitungan dan analisa mengacu peraturan Bina Marga tahun 2010 Divisi 6 dan SNI. dalam pengujiannya bahan tambah alternatif yaitu botol plastik tipe PET (Polyethylene Terepthalate) terhadap karakteristik HRS-WC. Besar kadar aditif yang diberikan yaitu 0%, 1%, 2%, dan 3% terhadap kadar aspal optimum, aspal optimum merupakan kadar aspal rencana yang memiliki hasil optimum, penentuan kadar aspal rencana sesuai Departemen Pekerjaan umum dan SNI M-01-2003 dengan persamaan rumus :
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K
Dengan,
Pb = kadar aspal rencana, prosentase terhadap berat campuran
CA = agregat kasar tertahan saringan No. 8
FA = agregat halus lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan
saringan No.200 (0,075 mm)
FF = bahan pengisi lolos saringan No. 200
Nilai K = konstanta 2 – 3 untuk HRS
nilai Pb yang akan dijadikan acuan titik tengah dalam merencanakan kadar aspal rencana dengan menentukan dua kadar aspal diatas dan dua kadar aspal dibawah nilai Pb dengan kelipatan 0,5%.
adapun diagram alir dalam penelitian ini sebagai berikut.
mungkin ada yang belum tau apa itu Marshall Test, Pengujian Marshall merupakan suatu metode untuk menentukan rancangan campuran agregat-aspal, dimana dalam metode ini terlebih dahulu dibuat benda uji padat yang dibentuk dari agregat campuran dan aspal dengan kadar tertentu sesuai spesifikasi campuran. Pengujian Marshall dilakukan dengan menggunakan alat Marshall. Pemeriksaan Marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) (Sukirman, 1999).
pengujian Marshall dilakukan daam dua tahap, tahap pertama pengujian untuk mencari kadar aspal optimum dalam campuran karakteristik HRS-WC, setelah diperoleh aspal optimum maka kadar aspal tersebuat yang akan dijadikan acuan dalam campuran dengan aditif untuk di uji Marshall ke dua
adapun hasil dari pengujian yang saya sebagai berikut :
Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Penambahan aditif botol plastik tipe PET pada campuran mengakibatkan perubahan pada karakteristik HRS-WC dimana dari pengujian Marshall test menunjukan penambahan aditif hingga kadar 2 % meningkatkan ikatan agregat yang menjadikan campuran bersifat kaku sehingga memiliki ketahanan deformasi yang lebih baik, tetapi jika kadar aditif yang diberikan sebesar 3% maka terjadi menurunkan kemapuan adhesi dan kohesi aspal serta durabilitas campuran. Penambahan aditif dengan kadat 0% dan 1% dapat memenuhi semua persyaratan karakteristik campuran HRS-WC.
2. Kadar aspal optimum diperoleh pada kadar 6,5% dan kadar aditif optimum diperoleh pada kadar 0,5%.
mungkin sekian yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat 😄
Komentar
Posting Komentar